Proklamasi Kemerdekaan dan Nasionalisme Indonesia
Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus kita memperingati hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Tahun ini, Republik Indonesia telah berusia 63 tahun sejak pertama kali diproklamirkan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia Soekarno-Hatta. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah pernyataan sakral untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia yang seperti yang tercantum dalam Pembukaaan UUD 1945, yaitu Indonesia yang “merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Bangsa Indonesia lahir dari kesedaran bersama semua suku bangsa yang mendiami nusantara yang merasa senasib dan sepenanggungan untuk bergabung menjadi suatu bangsa dan berjuang bersama-sama, bahu-membahu merebut kembali kemerdekaannya dari kaum penjajah Belanda. Proses terbentuknya kesedaran untuk menjadi satu bangsa ini telah tumbuh dan berkembang dalam waktu ratusan tahun, terutama sejak kaum kolonial Belanda menjajah nusantara. Baru pada 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai suku bangsa yang mendiami nusantara mengucapkan Sumpah Pemuda : satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Sumpah Pemuda merupakan tonggak penting yang menandakan telah tergemblengnya suatu kesedaran, kesepakan dan tekad berbagai suku bangsa yang mendiami nusantara untuk bergabung bersatu menjadi suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Kesadaran sebagai satu bangsa itulah yang melahirkan ideologi Nasionalisme Indonesia yang makin lama makin kuat dalam perjuangan mencapai kemerdekaan. Untuk menghadapi politik pecah-belah kaum penjajah Belanda, para pemimpin pejuang kemerdekaan Indonesia, terutama para founding fathers bangsa Indonesia Bung Karno dan Bung Hatta berusaha mempersatukan segenap komponen bangsa dibawah bimbingan ideologi Nasionalisme Indonesia tersebut. Maka dapat dikatakan bahwa kemerdekaan Indonesia dapat dicapai terutama dengan senjata “persatuan bangsa Indonesia dibawah bimbingan ideologi Nasionalisme Indonesia”.
Baik dilihat dari proses kelahirannya, maupun dari isinya, ideologi Nasionalisme Indonesia adalah sebuah ideologi maju yang mempunyai tiga tujuan. Pertama : agar bangsa Indonesia dapat mencapai kemerdekaannya dari penjajahan kaum kolonial Belanda dan dari penguasaan kaum neo-kolonial sesudahnya, sehingga menjadi suatu bangsa yang “merdeka dan berdaulat”. Kedua, agar bangsa Indonesia dapat membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur di tanah air Indonesia. Dan ketiga : ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Ketiga tujuan mulia ini tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Menghadapi hujatan para pendukung ideologi neo-liberal yang menganggap ideologi nasionalisme telah “ketinggalan zaman”, “tidak sesuai dengan proses globalisasi”, kita ingin mengajukan pertanyaan di bawah ini. Apakah salah bila bangsa Indonesia berjuang menentang kolonialisme dan neo-kolonialisme demi merebut kembali kemerdekaan dan kedaulatannya ? Apakah salah bila kemerdekaan dan kedaulatan tersebut digunakan oleh bangsa Indonesia untuk membangun masyarakat adil dan makmur di tanah air Indonesia ? Apakah salah bila bangsa Indonesia yang menjadi bagian dari bangsa-bangsa di dunia ini ikut serta membangun ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ? Disadari atau tidak oleh para “internasionalis”,para “metropolitanis”, dan para “globalis” tersebut, hujatan terhadap Nasionalisme Indonesia secara objektif telah berperan melapangkan jalan bagi ekploitasi kaum kapital global terhadap sumber-sumber daya alam dan sumber daya manusia bangsa Indonesia.
Keterpurukan Indonesia dewasa ini adalah akibat melaksanakan politik ekonomi neo-liberal yang dipaksanakan oleh lembaga-lembaga keuangan Internasional kepada Indonesia. Ini nyata-nyata bertentangan dengan dasar-dasar politik ekonomi nasional ? Indonesia seperti yang tercantum dalam pasal 33 UUD 1945 bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Ini berarti bahwa kekayaan alam Indonesia harus dijadikan modal dasar bangsa Indonesia dalam mewujudkan kemakmuran rakyat. Sekarang kita menyaksikan bagaimana dibawah arahan politik ekonomi neo-liberal yang dijalankan pemerintah kita, dari hari kehari kekayaan alam bangsa Indonesia berpindah tangan kepada kaum kapital global ! Menjalankan terus politik ekonomi neo-liberal berarti mempercepat pengalihan asset-asset bangsa Indonesia ketangan kaum kapital global. Berarti sadar atau tidak bertindak memiskinkan bangsa Indonesia, menjadikan bangsa Indonesia sebagai koeli dinegeri sendiri dan bangsa koeli diantara bangsa-bangsa di dunia ! Apakah kita akan membiarkan proses “koelinisasi” bangsa Indonesia berjalan terus ?
Tak ada yang dapat kita harapkan dari ideologi neo-liberal selain proses pemiskinan bangsa. Seperti ditunjukkan oleh pasal 33 UUD 1945, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kita perlu merebut kembali penguasaan terhadap kekayaan alam milik bangsa Indonesia yang sekarang ini banyak dikuasai oleh kaum kapital global. Sebagaimana perjuangan kemerdekaan Indonesia, perjuangan merebut kembali kekayaan alam milik bangsa Indonesia baik yang berada di daratan maupun dilautan tanah air kepulauan Indonesia hanya mungkin dicapai dengan “persatuan bangsa dibawah bimbingan ideologi Nasionalisme Indonesia”. Kepemilikan atas sumber-sumber daya alam Indonesia adalah modal dasar bangsa Indonesia untuk keluar dari keterpurukan dewasa ini !
Refrensi:
http://www.korwilpdip.org/modules/smartsection/item.php?itemid=354
Tidak ada komentar:
Posting Komentar